Sumber : http://thekampoengblogger.blogspot.com/2013/03/30-efek-blog-paling-dicari-oleh-blogger.html#ixzz2m1GPa9m3

Jumat, 10 Januari 2014

DETIK-DETIK MENGHADAPI UJIAN

Pembahasan Ujian Nasional seakan-akan menjadi trending topic tahunan yang tidak habis-habisnya dibahas oleh kalangan pendidik. Memahami makna pembelajaran UN sebenarnya:
1. Kebanyakan teori. Segala macam teori dan fakta-fakta unik memang berhasil membuat otak siswa penuh sesak. Sayangnya jika ditanya pertanyaan lebih mendalam, mengapa dan bagaimana hal itu terjadi, siswa akan kebingungan menjawab pertanyaan tersebut.
2. Metode bimbel, latihan soal dan bahas. Ya, hanya itu metode yang menjadi senjata ampuh mengajarkan siswa mengenal variasi soal. Sayang, soal yang dibahas hanya terbatas dalam ranah teori. Jika ditanya bagaimana mengaplikasikannya, siswa akan sulit menjawabnya.
3. Daya juang yang dipaksakan. Memang saya akui UN berhasil membuat siswa memiliki daya juang untuk lulus. Sayangnya daya juang ini berasal dari motivasi eksternal karena rasa takut, bukan karena mereka benar-benar menyukainya dan berjuang untuk mendapatkannya.
Memang pengalaman mengajar UN menjadi salah satu momen yang tidak terlupakan buat saya. Hanya itulah yang dirasakan banyak guru pengajar UN. Tampaknya pemerintah suka dengan pengalaman belajar siswa di atas. Menakuti siswa dengan bayang-bayang kelulusan UN supaya siswa kita tahan banting dan kuat jika mengerjakan soal-soal seperti UN.
Kenyataannya, saya rasa kehidupan yang dihadapi siswa tidak hanya sekedar mengerjakan soal UN dan memilih jawaban yang paling tepat. Lebih dari itu, di dunia kerja, kualitas siswa dituntut berpikir kreatif menghasilkan inovasi memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Toh, kenyataannya:
1. Tidak semua teori terpakai dalam kehidupan sehari-hari. Semua sudah tersedia di google. Yang terpenting, apakah setelah UN siswa mau cari di google atau justru malah malas mencari di google. Harusnya tumbuhkan rasa cinta terhadap teori, bukan tahu tentang teori.
2. Metode pemecahan masalah diperlukan di mana siswa belajar mengkonstribusikan ide kritis dan kreatifnya. Metode bimbel hanya membatasi siswa tahu teori semata untuk memilih jawaban yang paling tepat. Siswa sebenarnya bisa memberikan berbagai macam jawaban untuk memecahkan masalah.
3. Daya juang dari diri sendiri itu MUTLAK diperlukan. Jika siswa terbiasa dipaksa, ditakuti, dan diancam, hal ini justru membuat daya juang mereka akan menurun untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Di dunia kerja, daya juang dari diri sendiri akan menciptakan kesempatan dan hasil yang tidak terbatas.
Simpelnya, saya mengusulkan metode standar baru selain UN. Sudah bukan jamannya mengukur siswa dengan nilai tes 90, 100. Kehidupan siswa tidak bisa diukur dari nilai-nilai itu. Apalagi di abad 21 ini, kualitas siswa kita perlu diukur dari:
1. Semangat konsisten untuk suka belajar.
2. Kemampuan berpikir kreatif dan kritis.
3. Aplikasi ide dan solusi.
4. Memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
5. Berkolaborasi dengan berbagai macam pribadi.
6. Menggunakan teknologi dan media sosial.
7. Berpikir global dan juga bertindak lokal bagi lingkungan sekitarnya.
Sekarang, coba refleksikan saja, apakah UN dapat mengukur ketujuh aspek di atas? Jika belum, saya rasa sudah saatnya UN diganti dengan sistem lain yang mengakomodasi aspek di atas. Misalnya saja dengan metode penelitian, karya tulis, presentasi, karya ilmiah, dan berbagai macam hal yang bisa dilakukan guru di kelas. Tugas pemerintah hanya memastikan kesiapan standar dan mempersiapkan guru untuk menerapkannya.
Coba bayangkan jika generasi kita memiliki ketujuh hal di atas, kualitas siswa kita akan jauh lebih baik dari kualitas generasi UN pastinya. Memang siswa ini akan sulit mengerjakan soal UN, tapi kalo diberikan masalah dan tantangan, mereka akan memberikan berbagai macam solusi kreatif. Tapi saya pribadi lebih memilih siswa yang memang bisa memecahkan masalah dalam hidup sehari-hari daripada sekadar pintar menjawab soal. Gurunya juga pasti akan jauh lebih tertantang untuk belajar sesuatu yang baru setiap tahun.